Sabtu, 28 Maret 2015

Perjalanan Terjauh dan Terberat Bagi Seorang Laki-Laki adalah ...

PERJALANAN TERJAUH DAN TERBERAT

Video pengingat bagi kita yang laki-laki yang masih MALAS untuk sholat berjamaah di masjid.


untukmu Anak ku
Tahukah kamu Nak ...
 
PERJALANAN TERJAUH DAN TERBERAT
BAGI SEORANG LELAKI
ADALAH PERJALANAN KE MASJID

Sebab banyak orang kaya raya tidak
sanggup mengerjakannya.
Jangankan sehari lima waktu, bahkan
banyak pula yang seminggu sekali pun
terlupa. Tidak jarang pula seumur hidup
tidak pernah singgah ke sana.

PERJALANAN TERJAUH DAN TERBERAT
ADALAH PERJALANAN KE MASJID

Karena orang pintar dan pandai pun sering
tidak mampu menemukannya.

Walaupun mereka mampu mencari ilmu
hingga ke universitas Eropa ataupun
Amerika, mudah melangkahkan kaki ke
Jepang, Australi dan Korea dengan
semangat yang
membara.

Namun ke masjid tetap saja perjalanan
yang tidak mampu mereka tempuh
walau telah bertitel S3

PERJALANAN TERJAUH DAN TERBERAT
ADALAH PERJALANAN KE MASJID

Karena para pemuda kuat dan
bertubuh sehat yang mampu
menaklukkan puncak gunung Bromo
dan Merapi pun sering mengeluh
ketika diajak ke mesjid. Alasan mereka
pun beragam, ada yang berkata
sebentar lagi, ada yang berucap tidak
nyaman dicap alim.

PERJALANAN TERJAUH DAN TERBERAT ADALAH PERJALANAN KE MASJID

Maka berbahagialah dirimu wahai anakku...
bila sejak kecil engkau telah terbiasa
melangkahkan kaki ke masjid. karena
bagi kami, sejauh manapun engkau
melangkahkan kaki, tidak ada
perjalanan yang paling kami
banggakan selain perjalananmu ke
masjid.

Biar sku beri tahu rahasia kepadamu,
sejatinya perjalananmu ke mesjid adalah
perjalanan untuk menjumpai Rabbmu.

itulah perjalanan yang diajarkan oleh Nabi mu,
serta perjalanan yang akan
membedakanmu dengan orang-orang yang
lupa akan Rabbnya.

PERJALANAN TERJAUH DAN TERBERAT
ADALAH PERJALANAN KE MASJID

maka lakukanlah walau engkau harus merangkak
dalam gelap shubuh demi mengenal Rabbmu.

semoga hidup penuh berkah dengan saling mengingatkan saudara kita ...

Mengapa Kita Harus Berdakwah?

[muslim.or.id] -- Assalamu'alaikum, Selamat pagi saudara Ukhrowi. Pagi yang cerah dengan suasana yang Indah. Seakan mentari menyapa, mengajak untuk segera beraktifitas dalam lingkup dakwah Khususnya. Nah, ngomong-ngomong soal Dawkah, apa sih sebenarnya Dakwah itu? Bagaimana Dakwah itu? dan Bagaimana Dakwah itu? Dan apakah wajib bagi seorang untuk berdakwah?
Begini saudara Penjelasannya,
[1] Dakwah merupakan jalan hidup Rasul dan pengikutnya
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Katakanlah, Inilah jalanku; aku menyeru kepada Allah di atas landasan ilmu yang nyata, inilah jalanku dan orang-orang yang mengikutiku…” (Qs. Yusuf: 108)

Berdasarkan ayat yang mulia ini Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengambil sebuah pelajaran yang amat berharga, yaitu: Dakwah ila Allah (mengajak manusia untuk mentauhidkan Allah) merupakan jalan orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang beliau tuliskan di dalam Kitab Tauhid bab Ad-Du’a ila syahadati an la ilaha illallah (Ibthal At-Tandid, hal. 44).
[2] Dakwah merupakan karakter orang-orang yang muflih (beruntung)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaknya ada di antara kalian segolongan orang yang mendakwahkan kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf, melarang yang mungkar. Mereka itulah sebenarnya orang-orang yang beruntung.” (Qs. Ali-‘Imran: 104)
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan riwayat dari Abu Ja’far Al-Baqir setelah membaca ayat “Hendaknya ada di antara kalian segolongan orang yang mendakwahkan kepada kebaikan” maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang dimaksud kebaikan itu adalah mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah-ku.” (HR. Ibnu Mardawaih) (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, jilid 2 hal. 66)
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Benar-benar kalian harus memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, atau Allah akan mengirimkan untuk kalian hukuman dari sisi-Nya kemudian kalian pun berdoa kepada-Nya namun permohonan kalian tak lagi dikabulkan.” (HR. Ahmad, dinilai hasan Al-Albani dalam Sahih Al-Jami’ hadits no. 7070. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, jilid 2 hal. 66)
[3] Dakwah merupakan ciri umat yang terbaik
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Kalian adalah umat terbaik yang dikeluarkan bagi umat manusia, kalian perintahkan yang ma’ruf dan kalian larang yang mungkar, dan kalian pun beriman kepada Allah…” (Qs. Ali-‘Imran: 110)
Ibnu Katsir mengatakan, “Pendapat yang benar, ayat ini umum mencakup segenap umat (Islam) di setiap jaman sesuai dengan kedudukan dan kondisi mereka masing-masing. Sedangkan kurun terbaik di antara mereka semua adalah masa diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamkemudian generasi sesudahnya, lantas generasi yang berikutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, jilid 2 hal. 68)
[4] Dakwah merupakan sikap hidup orang yang beriman
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,…” (Qs. At-Taubah: 71)
Inilah sikap hidup orang yang beriman, berseberangan dengan sikap hidup orang-orang munafiq yang justru memerintahkan yang mungkar dan melarang dari yang ma’ruf. Allah ta’ala menceritakan hal ini dalam firman-Nya (yang artinya), “Orang-orang munafiq lelaki dan perempuan, sebahagian mereka merupakan penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka memerintahkan yang mungkar dan melarang yang ma’ruf…” (Qs. At-Taubah: 67)
[5] Meninggalkan dakwah akan membawa petaka
Allah ta’ala berfirman tentang kedurhakaan orang-orang kafir Bani Isra’il (yang artinya), “Telah dilaknati orang-orang kafir dari kalangan Bani Isra’il melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu dikarenakan kemaksiatan mereka dan perbuatan mereka yang selalu melampaui batas. Mereka tidak melarang kemungkaran yang dilakukan oleh sebagian di antara mereka, amat buruk perbuatan yang mereka lakukan itu.” (Qs. Al-Ma’idah: 78-79)
Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Tindakan mereka itu (mendiamkan kemungkaran) menunjukkan bahwa mereka meremehkan perintah Allah, dan kemaksiatan mereka anggap sebagai perkara yang sepele. Seandainya di dalam diri mereka terdapat pengagungan terhadap Rabb mereka niscaya mereka akan merasa cemburu karena larangan-larangan Allah dilanggar dan mereka pasti akan marah karena mengikuti kemurkaan-Nya…” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 241)
Di antara dampak mendiamkan kemungkaran adalah kemungkaran tersebut semakin menjadi-jadi dan bertambah merajalela. Syaikh As-Sa’di telah memaparkan akibat buruk ini, “Sesungguhnya hal itu (mendiamkan kemungkaran) menyebabkan para pelaku kemaksiatan dan kefasikan menjadi semakin lancang dalam memperbanyak perbuatan kemaksiatan tatkala perbuatan mereka tidak dicegah oleh orang lain, sehingga keburukannya semakin menjadi-jadi. Musibah diniyah dan duniawiyah yang timbul pun semakin besar karenanya. Hal itu membuat mereka (pelaku maksiat) memiliki kekuatan dan ketenaran. Kemudian yang terjadi setelah itu adalah semakin lemahnya daya yang dimiliki oleh ahlul khair (orang baik-baik) dalam melawan ahlusy syarr (orang-orang jelek), sampai-sampai suatu keadaan di mana mereka tidak sanggup lagi mengingkari apa yang dahulu pernah mereka ingkari.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 241)
[6] Orang yang berdakwah adalah yang akan mendapatkan pertolongan Allah
Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh Allah benar-benar akan menolong orang yang membela (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Mereka itu adalah orang-orang yang apabila kami berikan keteguhan di atas muka bumi ini, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar. Dan milik Allah lah akhir dari segala urusan.” (Qs. Al-Hajj: 40-41)
Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengaku membela agama Allah namun tidak memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan (mendirikan shalat, menunaikan zakat, memerintahkan yang ma’ruf dan melarang yang mungkar) maka dia adalah pendusta (lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 540).
[7] Dakwah, bakti anak kepada sang bapak
Allah ta’ala mengisahkan nasihat indah dari seorang bapak teladan yaitu Luqman kepada anaknya. Luqman mengatakan (yang artinya), “Hai anakku, dirikanlah shalat, perintahkanlah yang ma’ruf dan cegahlah dari yang mungkar, dan bersabarlah atas musibah yang menimpamu. Sesungguhnya hal itu termasuk perkara yang diwajibkan (oleh Allah).” (Qs. Luqman: 17)
Allah juga menceritakan dakwah Nabi Ibrahim kepada bapaknya. Allah berfirman (yang artinya), “Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim yang terdapat di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an). Sesungguhnya dia adalah seorang yang jujur lagi seorang nabi. Ingatlah ketika dia berkata kepada bapaknya; Wahai ayahku. Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak bisa mencukupi dirimu sama sekali? Wahai ayahku. Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku niscaya akan kutunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai ayahku. Janganlah menyembah syaitan, sesungguhnya syaitan itu selalu durhaka kepada Dzat Yang Maha Penyayang.” (Qs. Maryam: 41-44)
[8] Dakwah, alasan bagi hamba di hadapan Rabbnya
Allah berfirman (yang artinya), “Dan ingatlah ketika suatu kaum di antara mereka berkata, ‘Mengapa kalian tetap menasihati suatu kaum yang akan Allah binasakan atau Allah akan mengazab mereka dengan siksaan yang amat keras?’ Maka mereka menjawab, ‘Agar ini menjadi alasan bagi kami di hadapan Rabb kalian dan semoga saja mereka mau kembali bertakwa’.” (Qs. Al-A’raaf: 164)
Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Inilah maksud paling utama dari pengingkaran terhadap kemungkaran; yaitu agar menjadi alasan untuk menyelamatkan diri (di hadapan Allah), serta demi menegakkan hujjah kepada orang yang diperintah dan dilarang dengan harapan semoga Allah berkenan memberikan petunjuk kepadanya sehingga dengan begitu dia akan mau melaksanakan tuntutan perintah atau larangan itu.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 307)
Allah berfirman (yang artinya), “Para rasul yang kami utus sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan itu, agar tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk mengelak setelah diutusnya para rasul. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nisaa': 165).
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan para sahabat pada hari raya kurban. Beliau berkata, “Wahai umat manusia, hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Hari yang disucikan.” Lalu beliau bertanya, “Negeri apakah ini?” Mereka menjawab, “Negeri yang disucikan.” Lalu beliau bertanya, “Bulan apakah ini?” Mereka menjawab, “Bulan yang disucikan.” Lalu beliau berkata, “Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah disucikan tak boleh dirampas dari kalian, sebagaimana sucinya hari ini, di negeri (yang suci) ini, di bulan (yang suci) ini.” Beliau mengucapkannya berulang-ulang kemudian mengangkat kepalanya seraya mengucapkan, “Ya Allah, bukankah aku sudah menyampaikannya? Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikannya?”… (HR. Bukhari dalam Kitab Al-Hajj, bab Al-Khutbah ayyama Mina. Hadits no. 1739)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan, “Sesungguhnya beliau mengucapkan perkataan semacam itu (Ya Allah bukankah aku sudah menyampaikannya) disebabkan kewajiban yang dibebankan kepada beliau adalah sekedar menyampaikan. Maka beliau pun mempersaksikan kepada Allah bahwa dirinya telah menunaikan kewajiban yang Allah bebankan untuk beliau kerjakan.” (Fath Al-Bari, jilid 3 hal. 652).
[9] Dakwah tali pemersatu umat
Setelah menyebutkan kewajiban untuk berdakwah atas umat ini, Allah melarang mereka dari perpecahan, “Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah keterangan-keterangan datang kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang berhak menerima siksaan yang sangat besar.” (Qs. Ali-‘Imran: 105)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Kalaulah bukan karena amar ma’ruf dan nahi mungkar niscaya umat manusia (kaum muslimin) akan berpecah belah menjadi bergolong-golongan, tercerai-berai tak karuan dan setiap golongan merasa bangga dengan apa yang mereka miliki…” (Majalis Syahri Ramadhan, hal. 102)
***

SENYUMAN UKHUWAH

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel abu0mushlih.wordpress.com, dipublikasi ulang oleh muslim.or.id

Senin, 23 Maret 2015

Hasil Syuro' Pertama Ukhrowi

Hasil Syuro' Pertama Ukhrowi
   Alhamdulillah, Segala puji hanya milik Allah SWT, yang telah melimpahkan berbagai nikmatnya yang harus selalu kita syukuri, Alhamdullillah. Dan karena Allah juga, kita dipertemukan dalam keimanan dan nikmat Islam yang penuh rahmat dan ridha –Nya.

   Tak lupa salam serta Shalawat tetap tercurahkan pada junjungan Nabi kita Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya Islam menerangi kehidupan manusia dari zaman jahiliyah menuju jaman yang penuh cahaya Islam serta yang kita nantikan syafaatnya nanti kelak di hari akhir nanti.

Syuro’ Ukhrowi pertama yang bertempat di Markas Dakwah baru (Masih Rencana), dan Alhamdulillah antusias dari Saudara-saudara SMA/SMK/MA/MAK khususnya yang menjadi pengurus Rohis maupun Takmir disetiap sekolah lumayan banyak yang ikut Syuro’. Ikhwan ~ Akhwat hampir 30’an orang.

Kami selaku pengurus inti mencoba mempublikasikan hasilnya, apa adanya dulu ya :D karena mungkin itu lebih baik. Dari pada tidak sama sekali kan,

Yang pertama ini adalah hasil pembagian, Blok-blok. Bloknya kami diskusikan bersama dengan dasar 6 Blok dan Alhamdulillah bisa, walaupun ada 2 blok yang belum ada perwakilannya waktu Syuro’.

Ini Dia, ...
----------------------------
Kami upload ke Google Drive dalam Format MS Word, karena banyak banget dan lebih mudah lewat word sih :D
========================================================================
HASIL SEMENTARA SYURO’ PERTAMA -- [DOWNLOAD] 828 Kb 
Daftar Seluruh SMA/SMK/MA/MAK Se-kabupaten Ngawi -- [DOWNLOAD] 15,1 Kb 
========================================================================